Sistem Drainase Mendesak, Proses Perizinan Dikeluhkan....

Written By Unknown on Sabtu, 19 Januari 2013 | 09.37

JAKARTA, KOMPAS.com - Para pengembang harus melibatkan masyarakat sekitar, terutama yang terdampak dalam proses konstruksi berbagai bangunan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi luapan banjir seperti terjadi di wilayah pesisir Jakarta.

Masih ada biaya resmi dan biaya tidak resmi yang perbedaannya bisa mencapai 1.000 persen. Jadi, bila resminya hanya Rp 300 ribu, bisa menjadi Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta.

-- Setyo Maharso

"Tidak ada pelibatan nelayan atau masyarakat pesisir dalam pemberian izin proyek," kata Koordinator Program Kiara, Abdul Halim, di Jakarta, Jumat (18/1/2013).

Ironisnya, menurut Halim, para warga di pesisir Jakarta masuk dalam prioritas kelompok "tergusur" lewat praktik pengkaplingan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Apalagi, ujar dia, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah jelas menyatakan, bahwa praktik pengkaplingan atau privatisasi laut bertentangan dengan UUD 1945.

"Jadi, yang harus dilakukan adalah penegakan hukum berupa pencabutan izin disertai penghentian proyek dan diakhiri dengan pemulihan ekosistem pesisir dan laut Jakarta," katanya.

Ia juga mengatakan, dampak banjir Jakarta dapat diminimalkan jika jika penegakan hukum tersebut dilakukan.

Sebelumnya, Sekretaris Kota Administrasi Jakarta Selatan Usmayadi pada medio 2012 mengatakan, pemerintah daerah menginginkan agar pengembang dapat menyediakan lahan untuk daerah resapan air agar tidak mengakibatkan banjir saat hujan turun. Ketika itu, Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Setyo Maharso mengatakan, pemerintah daerah saat memberikan izin pembangunan hunian vertikal seharusnya juga telah memikirkan hal-hal seperti sistem drainase dan daerah resapan air apalagi mengingat proses perizinan yang dilakukan juga masih banyak kekurangan.

Pada Rakernas REI 2013 yang berlangsung di Bandung, Kamis (17/1/2013) kemarin, para pengembang mengeluhkan kepada Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz mengenai masalah perizinan yang menambah beban biaya pembangunan.

"Masih ada biaya resmi dan biaya tidak resmi yang perbedaannya bisa mencapai 1.000 persen. Jadi, bila resminya hanya Rp 300 ribu, bisa menjadi Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta," kata Setyo.

REI juga mempermasalahkan mengenai pungutan liar dan "dana siluman" yang kerap terjadi di berbagai tempat dengan alasan klasik antara lain dalih untuk menambah PAD (Pendapatan Asli Daerah). Selain itu, kinerja birokrat yang masih bekerja dengan kecenderungan semangat "kalau bisa dipersulit untuk apa dipermudah" juga disorot karena dinilai akan mempersulit masalah perizinan.


Anda sedang membaca artikel tentang

Sistem Drainase Mendesak, Proses Perizinan Dikeluhkan....

Dengan url

http://propertielit.blogspot.com/2013/01/sistem-drainase-mendesak-proses.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Sistem Drainase Mendesak, Proses Perizinan Dikeluhkan....

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Sistem Drainase Mendesak, Proses Perizinan Dikeluhkan....

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger